|
Perbincangan di Jumat Siang, 25 September 1998 By:
AK Waktu
menunjukkan pukul 12:15 siang ketika saya sedang terlena diatas sofa di ruang
tamu di 24 West Northwood Avenue. Gorengan tahu ditambah dengan kecap dan sambal
ternyata mampu membuat saya terkantuk-kantuk. Tiba-tiba datanglah sesosok tubuh
yang sedang saya tunggu-tunggu di depan pintu. Dengan setelan kaos polo putih,
celana katun khaki, dan sepatu kets Nike, tampak sekali penampilan yang semakin
dewasa dari orang ini. AK:“Hi
Jeff …… masuk … masuk…..how’s the golf game?” Om
Jeff:
“Ya biasa saja tuh …. cuman maen sekitar satu jam aja…” Jeffry pun masuk kedalam ruangan, dan melihat teman serumah saya yang
sedang di dapur dia pun masuk kedalam dapur dan berbicara sebentar dengan teman
serumah saya. Sementara itu saya mencoba mempersiapkan tape recorder and kertas
pertanyaan yang sudah saya persiapkan. Maklumlah, ini tugas pertama saya
mewawancarai seseorang, jadi agak sedikit khawatir juga dengan pertanyaan yang
telah saya siapkan. Ketika Jeffry kembali ke ruang tamu, dia langsung duduk
bersila di depan saya. Saya sodorkan pertanyaan yang saya buat. AK:
”Nih pertanyaannya …. gimana… bisa dijawabkan?” Om
Jeff:
”Hmmm…”, sambil melihat catatan saya,” Kayanya bisa sih…tapi saya
belum persiapan apa-apa nih, jadi entar ngomonnya bisa kacau deh… AK:
”Udahlah cuek aja….itung-itung latihan jadi menteri atau jadi orang penting….ok
yah, udah siap kan? Om
Jeff:
” Ok deh…. Mulailah saya melihat ke catatan saya dan memulai perbincangan kami ke
arah yang lebih serius AK:
”Hmmm….bagaimana perasaan Om Jeff saat kembali lagi ke Columbus, ada
expectation apa, merasa senang, khawatir, kangen, atau bagaimana? Om
Jeff:
”Ya pertama-tama saya excited sekali, saya nggak nyangka setelah satu tahun
saya lulus saya bisa datang kembali ke Columbus. Memang waktu saya lulus itu
saya udah berharap dan sudah ngomong sama beberapa teman semoga saya bisa
kembali lagi ke sini. Waktu sebelum lulus dari Columbus dan waktu akan pulang ke
Indonesia ada satu big question yang saya..hmm …itu kaya desire…untuk
ditanyakan untuk dapat jawaban…big question dari saya sendiri … hmmm ….sebenarnya
saya mencari seorang alumni … saya ingin sekali bertemu dengan seorang alumni
dari ICF columbus yang pernah menikmati pendidikan ICF Columbus yang model
begini nih….model dengan visi seperti ini..dan hasil pendidikan seperti ini.
Tapi pada saat itu, waktu saya di ICF itu adalah tahun pertama kita mempunyai
visi dan pendidikan seperti itu. Jadi saya adalah alumni pertama…saya nggak
bisa bertanya kepada siapa-siapa. Saya ikut ke pertemuan dengan ICF-ICF lainnya….seperti
ICF dari Madison dan lain-lainnya, dan saya mencari sosok itu….tapi nggak
ketemu juga. Saya kecewa sekali. Pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah apakah
yang semua selama satu tahun saya pelajari di ICF…dengan visinya, idealismenya,
integritas, membawa dampak bagi keluarga, gereja, dan masyarakat….apakah itu
realistis atau apakah itu semua hanya mimpi yang akhirnya semua alumni yang
lulus dari ICF itu …. Istilahnya … apa ... hmm…Pssss…Ilang… Ilang…Seolah-olah
tidak pernah ada di ICF. Kalau memang jadi Psss… begitu, saya merasa saya
sia-sia sekali sudah menginvest hidup saya selama setahun di ICF…dengan begitu
jerih payah yah…Saya takut sekali itu menjadi sia-sia. Jadi akhirnya saya
tekadkan pertanyaan yang tidak bisa dijawab ini…saya berharap bila di tahun
kemudian teman-teman di ICF ada yang sudah mau lulus…lalu mempunyai pertanyaan
yang sama seperti saya…seperti waktu itu…mudah-mudahan mereka mempunyai
sosok untuk bertanya…jadi saya ingin sekali untuk datang ke ICF Columbus. Pada
waktu itu saya bertekad untuk kembali ke columbus dan mengatakan pada mereka …
semua itu bukan omong kosong, semua itu bukan sia-sia. Yang kalian kerjakan
selama 3 tahun 4 tahun ini adalah pelajaran terbesar yang menjadi bekal seumur
hidup…Itu adalah asset yang besar sekali…yang ditempat manapun mungkin tidak
bisa sama seperti ini ……. dinamikanya, idealismenya … ini adalah tempat membentuk idealisme
kehidupan…kehidupan seperti apa yang ingin kita capai seumur hidup kita …dan
itu mungkin dan itu bisa dicapai…dan kita tidak perlu berkompromi kepada dunia
untuk meninggalkan visi ICF itu…visi ICF itu kemudian akan menjadi visi
pribadi dan setiap orang akan menspesifikkan visi berdasarkan visi ICF ini …
tapi itu bukan visi yang muluk-muluk. Jadi saya datang ke ICF ini saya senang
sekali… excited sekali, bisa membawa pesan ini kepada temen…dan saya excited
sekali ICF bertumbuh pesat sekali dalam setahun ini. Banyak teman-teman yang
junior-junior waktu saya masih di sini freshman semuanya…dan yang orang-orang
yang kita berusaha membina, menarik ke small group untuk membuat dia lebih
involved di ICF sekarang telah menjadi pengurus-pengurus …. saya melihat ini
suatu perkembangan yang bagus sekali…dan ICF telah setahap lebih maju
daripada waktu saya ada di sini. AK:
“Jadi kalau dicompare kondisi ICF sekarang dengan ketika Om Jeff masih ada
disini…bagaimana gitu… apa ke arah yang positif sekali atau negatif? Om
Jeff:
“Ya saya baru satu mingu di sini, jadi belum bisa melihat banyak. Tapi kalau
melihat dari perkembangan ICF, ICF itu dimulai dari sebuah persekutuan rumah, di
rumah Om Roesdiman, persekutuan yang hangat, bible study, yang dimulai dari
orang-orang yang belum mengenal Tuhan, yang baru mengenal Tuhan, yang masih mau
belajar tentang Tuhan. Tujuannya yang pertama adalah persekutuan yang belajar
tentang alkitab dan praise and worship, kemudian sudah menjadi bertambah banyak
anggotanya dan sudah pindah ke Clintonville Baptist Church… itu sudah menjadi
susah untuk mencapai tujuan yang sebenarnya dan akhirnya berkembang lama
kelamaan tanpa disadari menjadi suatu social club dimana orang Indonesia
berkumpul untuk bertemu dengan teman-teman, berbicara bahasa Indonesia, makan
makanan Indonesia, seolah-olah supaya ada alasan berkumpul… ya…
nyanyi-nyanyi dan dengar khotbah. Jadi ada alasan besar untuk datang. Tapi tidak
ada desire to go somewhere. Yang penting adalah kita ngumpul-ngumpul, fellowship
setiap minggu, itu seolah-olah does your body good. Seolah-olah kita itu
circle…kalau di padang gurun itu kalau seolah-olah kita itu orang Israel….kita
lagi berputar pada satu lingkaran. Tidak ada satu leaderpun yang mau mengatakan
kita menuju ke satu tempat, yang penting tiap minggu kita kumpul, this is a
social gathering, this is to maintain your Indonesian soul. Tapi waktu saya
dipercayakan sebagai koordinator, waktu itu saya juga baru involve satu tahun
sebelum dipercayakan. Pernyataan saya waktu itu adalah “Terima
kasih banyak atas kepercayaan ini, saya ingin sekali untuk melakukan tugas saya
dengan baik. Tolong beritahukan saya apa yang ingin dicapai oleh ICF, sehingga
itulah yang akan saya kerjakan”. Tapi tidak ada seorangpun yang bisa
menjawab. Seolah-olah pertanyaan saya itu aneh sekali. Kayanya orang-orang itu
melihat pertanyaan ini dan berpikir,”Emangnya kita ini mau menuju sesuatu…kita
ini kan social gathering…mau kemana kita?” Nah sejak dari itu saya lebih
sadar lagi dan ada beberapa teman juga yang sudah dari lama ingin memperjuangkan
untuk menemukan suatu visi, misalnya Pak Yo, Hermanto, dan beberapa teman
lainnya. Jadi kita bersama teman-teman yang lainnya berusaha gimana kalo gitu
kita merumuskan kemana arah ICF. Kita nggak puas kalo cuma circling. Apalagi
mengingat sejarah alumni ICF yang katanya jadi Pssss dengan ICF yang seperti ini.
Nah akhirnya kita mempuyai suatu visi setelah dikejar sama teman-teman selama
setahun, visi yang kita pegang sekarang ini. Jadi selama setahun itu saya merasa
accomplishment ICF adalah ditahap menemukan visi dan dimulainya small grup.
Setelah ICF itu mempunyai visi, kita memikirkan bagaimana implementasi visi
tersebut. Pembinaan itu nggak cukup cuma hari sabtu. Ya..nggak bisa dalam karena
banyak orang baru, banyak tamu, ya jadi kita memikirkan membentuk small grup.
Waktu itu juga cuma small grup percobaan sifatnya. Nah itu saya rasa satu
langkah maju yang teman-teman pada waktu itu capai di ICF. Kemudian saya pulang.
Sekarang ini kelihatannya, selama satu tahun saya tinggal, ICF meneruskan
langkah tersebut. Melangkah satu step lebih maju, dimana visi ini tetap dipegang,
tetap menjadi dasar yang kuat, dan berusaha dibagikan. Small grup ini
kelihatannya menjadi kuat. ICF dasarnya bukan lagi persekutuan yang besar
sebagai pusat pembinaan. Tapi pusat pembinaannya adalah dalam bentuk yang lebih
intensif yaitu di dalam small grup. Dan small grupnya banyak sekali. Saya dengar
8 out 10 itu anggota small grup. Itu suatu accomplishment yang besar sekali.
Accomplishment yang lain adalah buah dari small grup ini adalah lahirnya
leader-leader yang baru. Artinya ICF ini tetap suatu organisasi yang dinamis.
Itu pendapat saya. AK:
“Berdasarkan pengalaman Om Jeff ditempat kerja, tantangan apa yang paling
besar dihadapi selama ini, mungkin nggak cuma dari Om Jeff saja, tapi juga dari
lulusan-lulusan ICF lainnya di Indonesia? Om
Jeff:
“ Saya merasa saya mempunyai waktu beberapa hari di Columbus dan sempat
berpikir dan menyimpulkan apa tantangan saya dan teman-teman disana dan saya
merasa tantangan paling besar adalah value,
value kita atau biasa di ICF kita sebut world view. Kita di ICF
sekelompok orang kristen yang punya visi yang spesifik, mempunyai juga world
view yang spesifik, yang kita anggap biblical dan menjadi pegangan hidup kita.
Tetapi world view ini, pandangan visi ini berbeda sekali dengan pandangan dunia.
Jadi pada waktu seorang alumni ICF itu lulus dari pembinaan ICF di Columbus, dia
itu diutus seperti seekor domba masuk ditengah-tengah serigala, masuk ke
Indonesia. Nah Di Indonesia kehidupan alumni itu adalah kalau dia bekerja dari
jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Selama itu world viewnya itu diserbu oleh ratusan
bahkan ribuan orang yang world viewnya itu duniawi. Misalnya world view duniawi
itu bahwa bekerja adalah supaya bisa mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya demi
kepentingan diri sendiri, supaya bisa berfoya-foya, bisa melakukan banyak hal
selflishly misalnya. Itu adalah desakan, perintah dari bossnya….diperintahkan,
bukan cuma diajak. Kalau nggak begitu kamu tidak berprestasi namanya. Even kamu
harus mengorbankan kesejahteraan karyawan-karyawan yang kecil, mesti menipu
konsumer, mesti compete mematikan competitor dengan cara yang tidak fair,
macam-macam deh. Itu sudah menjadi perintah, bukan lagi suatu ajakan atau godaan,
itu value. Dan alumni itu harus bisa memikirkan dan mengingat valuenya itu dan
berjuang bagaimana mencari alternative untuk mencapai tujuan yang telah
diperintahkan dengan caranya sendiri. Tentu dia juga harus mengingat dan
bergantung pada Tuhan. Tapi ini terjadi secara terus menerus, bukan cuma sehari,
seminggu kaya dikirim ke camp peperangan. Ini adalah kehidupan sampai dia itu
tua. Setelah itu dia pulang ke rumah, istirahat. Di rumah dia diserbu lagi
dengan value familynya. Seorang alumni ICF itu juga punya value tentang family,
family itu harus bagaimana, apa yang menjadi priority- nya. Nah family yang di
Indonesia itu belum tentu valuenya sama dengan value si alumni, dan kemungkinan
besar tidak sama. Di situpun diserbu, misalnya family-nya itu tidak menghargai
perasaan, keharmonisan, value quality time, sementara alumni ICF itu menghargai
hal itu. Jadi dia juga berjuang kenapa hal ini diperlakukan dan tidak sesuai
dengan harapannya. Dan setiap hari tinggal seperti itu di rumah itu, itu akan
menjadi sama, karena kita itu satu family, satu kesatuan. Kita itu hidup bersama,
artinya menjadi satu. Mungkin pada waktu kita membentuk keluarga, kita akan
memakai pattern seperti itu juga. Jadi setiap hari itu dibombardir dengan value
yang tidak sama dengan kita. Dimana kekuatan kita menurut saya kalau kita tidak
daily devotion dengan hati-hati atau tidak disiplin, seperti saya contohnya
ketika saya baru mulai, saya itu tidak kuat mengalami bombardir value seperti
itu. Itu betul-betul butuh dalam keadaan peperangan. Yah begitu pendapat saya. AK:
“Hmm…jadi
kalau dilihat dari pengalaman pengalaman itu, hal-hal apakah yang perlu
ditambahkan ke dalam ICF untuk melengkapi calon-calon om-om dan tante-tante pada
saat mereka lulus nanti. Om
Jeff:
”Saya melihat pada saat ini, saat saya berada di Columbus, ICF ini
menghasilkan mashasiswa yang baik, tapi belum menghasilkan alumni yang baik. ICF
sudah mengajarkan bagaiman menjadi mahasiswa yang baik melalui small grupnya.
A vision as students, bagaimana berfellowship di antara teman-teman,
bagaimana untuk melayani, bagaimana untuk small grup, bagaimana untuk PA,
bagaimana untuk saat teduh, berdoa, prayer meeting dan sebagainya. Itu semua
memang akan dipakai setelah lulus dari ICF Columbus. Tapi kebanyakan itu
orientasinya itu short term, supaya orang-orang ini bisa menjadi orang yang baik
selama di Columbus, tidak terpengaruh dengan yang lain-lain. Nah setelah itu
terjadi, jadilah mahasiswa yang baik, orang-orang yang baik. Begitu jadi…times
up… pulang. Pulang…ilmu untuk menjadi mahasiswa yang baik di Columbus sudah
tidak dipakai lagi karena dia ada di Indonesia misalnya atau di tempat lain di
Amerika. Jadi sudah tidak terpakai lagi. Padahal dia belajar untuk hidup di
lingkungan ICF Columbus yang ada support system small group, ada support system
prayer meeting, ada support system fellowship besar, ada segala macam komunitas
itu dan fasilitas itu. Dia bisa hidup dengan baik di lingkungan seperti itu.
Tapi begitu dia di taruh di lingkungan yang berbeda, dia tidak bisa hidup.
Karena tidak diequip untuk hidup di tempat yang berbeda. Dia diequip untuk hidup
di tempat seperti ini. Jadi harapan saya dengan ICF yang sudah melangkah maju,
langkah maju berikutnya adalah untuk membentuk suatu kurikulum atau suatu
program pembinaan untuk mempersiapkan alumni setelah seseorang selesai mengikuti
program menjadi mahasiswa yang baik dalam program small grup. Jadi kalau program
small grup itu saya lihat kurikulumnya adalah dua tahun, mudah-mudahan masih
punya satu tahun atau dua tahun untuk mempersiapkan alumni yang baik ini. Calon
alumni yang baik ini artinya dia diajak untuk berpikir dan memproyeksi bagaimana
kehidupan dia di luar Columbus. Masalah apa yang akan dia hadapi, kesempatan apa
yang akan dia hadapi. Itulah yang menjadi pikiran dia. Calon-calon alumni ini
tidak lagi memikirkan bagaimana hidup di Columbus. Itu adalah porsi teman-teman
yang lebih muda. Tapi calon-calon alumni ini diberikan kesempatan untuk terbebas
dari hal itu, dan memikirkan hal-hal dimana dia akan menjadi alumni. Menurut
saya begitu. AK:
“Ok…untuk pertanyaan yang terakhir mungkin Om Jeff ada pesan yang terakhir
untuk anak ICF di Columbus?” Om
Jeff:
“Ya pesan-pesan saya nggak bisa banyak yah…tapi saya melihat bahwa
perjuangan teman-teman di ICF Columbus itu sesuatu yang indah sekali, sesuatu
yang real, bukan sesuatu yang fantasi, bukan sesuatu yang imaginary, tetapi
sesuatu yang make sense dan sangat dibutuhkan di Indonesia maupun di tempat
lainnya. Perjuangan untuk menjadi manusia kristen Indonesia, cendekiawan, dan
kaum awam yang utuh….itu sangat dibutuhkan. Dan sangat langka sekali
orang-orang yang seperti itu. Bahkan di Gereja pun langka sekali. Dan yang mampu
membawa dampak kepada keluarga, gereja, dan masyarakat itu sangat dibutuhkan.
Sangat dibutuhkan.. benar-benar fungsi kita sebagai garam dan terang. Jadi pada
kesimpulannya perjuangan teman-teman di ICF ini tidak sia-sia sama sekali dan
membawa dampak yang besar kepada kehidupan masing-masing sehingga mampu membuat
dampak yang sangat besar bagi lingkungan tempat nanti kita tinggal. Oya
dan satu lagi … perjuangan alumni is worse than what is expected. It is a
battle of faith, battle of value and battle of many things. Begitu
saja pesan saya. Tak
terasa waktu telah menunjukkan pukul 12:45. Setengah jam sudah saya
berbicang-bincang dengan Om Jeff dan mendapat banyak sekali masukan yang saya
rasakan akan bermanfaat bagi perkembangan ICF. Kami
pun beranjak dari tempat kami berbincang-bincang dan berangkat menuju OSU untuk
melaksanakan tugas kami masing-masing. Di dalam perjalan saya merenungkan
percakapan tadi dan masa depan saya dan ICF. AK adalah penulis lepas… benar-benar lepas,
yang bekerja untuk majalah-majalah yang belum terbit dan bisa dihubungi
di 299-4962 |